Apakah Dianjurkan Menggunakan Tongkat Saat Khutbah Jumaat


tanya:

Mohon penjelasannya Ustadz, berkaitan undang-undang menggunakan tongkat ketika khutbah Jumaat? Nuwun.

jawab:

Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, amma ba'du,

Ulama berbeza pendapat tentang hukum menggunakan tongkat ketika berkhutbah. Sebahagian menganjurkan, dan sebahagian menilainya makruh. Itu artinya, perbezaan dalam masalah tongkat ketika khutbah adalah perbezaan ijtihadi. Sehingga penting bagi kita untuk mengutamakan sikap saling menghargai, dan tidak menyudutkan.

Sebelumnya kita akan sebutkan hadits yang tentang penggunaan tongkat ketika khutbah,

Pertama, hadits dari Fatimah bintu Qais radhiyallahu ‘anha,

Bahwa beliau pernah mengikuti khutbah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid Nabawi, menyampaikan berita tentang Dajjal yang diceritakan Tamim ad-Dari. Dalam kesempatan itu Fatimah mengatakan,

ﻓَﻜُﻨْﺖُ ﻓِﻰ ﺍﻟﺼَّﻒِّ ﺍﻟْﻤُﻘَﺪَّﻡِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ‏‎ ‎ﻭَﻫُﻮَ ﻳَﻠِﻰ ﺍﻟْﻤُﺆَﺧَّﺮَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮِّﺟَﺎﻝ، ﻓَﺴَﻤِﻌْﺖُ‏‎ ‎ﺍﻟﻨَّﺒِﻰَّ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ- ﻭَﻫُﻮَ ﻋَﻠَﻰ‎ ‎ﺍﻟْﻤِﻨْﺒَﺮِ ﻳَﺨْﻄُﺐُ.… ﻓَﻜَﺄَﻧَّﻤَﺎ ﺃَﻧْﻈُﺮُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰِّ -‏‎ ‎ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ- ﻭَﺃَﻫْﻮَﻯ‎ ‎ﺑِﻤِﺨْﺼَﺮَﺗِﻪِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻷَﺭْﺽِ

Saya berada di barisan terdepan shaf wanita, belakang barisan terakhir shaf lelaki. Saya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di atas mimbar… Saya melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan tongkat beliau ke tanah. (HR. Muslim 7574)

Peristiwa ini terjadi setelah masuk Islamnya Tamim bin Aus ad-Dari. Dan beliau masuk Islam tahun 9 H. Dan Fatimah menyebutkan, ketika itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di atas mimbar.

Kedua, hadits dari al-Hakam bin Hazn al-Kulafi radhiyallahu ‘anhu,

Bahwa beliau merupakan anggota rombongan suku luar Madinah yang bertamu ke Madinah untuk masuk Islam. Beliau menceritakan pengalamannya sewaktu di Madinah,

ﻓَﺄَﻗَﻤْﻨَﺎ ﺑِﻬَﺎ ﺃَﻳَّﺎﻣًﺎ ﺷَﻬِﺪْﻧَﺎ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔَ ﻣَﻊَ‏‎ ‎ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ- ﻓَﻘَﺎﻡَ‏‎ ‎ﻣُﺘَﻮَﻛِّﺌًﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﺼًﺎ ﺃَﻭْ ﻗَﻮْﺱٍ ﻓَﺤَﻤِﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪَ‏‎ ‎ﻭَﺃَﺛْﻨَﻰ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻛَﻠِﻤَﺎﺕٍ ﺧَﻔِﻴﻔَﺎﺕٍ ﻃَﻴِّﺒَﺎﺕٍ‏‎ ‎ﻣُﺒَﺎﺭَﻛَﺎﺕٍ

Kami tinggal di Madinah beberapa hari, dan kami ikut jumatan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berdiri sambil bersandar dengan tongkat atau busur. Beliau memuji Allah dan menyebutkan kalimat pujian yang ringan, indah, dan berkah… (HR. Ahmad 18334, Abu Daud 1098, dan dihasankan al-Hafidz Ibnu Hajar, sebagaimana yang disebutkan Syuaib al-Arnauth)

Ketiga, hadits dari al-Barra bin Azib Radhiyallahu ‘anhu,

ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰَّ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ- ﻧُﻮِّﻝَ‏‎ ‎ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻌِﻴﺪِ ﻗَﻮْﺳًﺎ ﻓَﺨَﻄَﺐَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ

Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi tongkat ketika hari raya, lalu beliau pegangi ketika berkhutbah. (HR. Abu Daud 1147 dan dihasankan al-Albani)

Tapi perlu dicatat, bahwa kebiasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hari raya, beliau tidak menggunakan mimbar.

Perbedaan Pendapat Ulama
Selanjutnya, kita akan sebutkan perbedaan pendapat ulama tentang penggunaan tongkat ketika khutbah.

Ada dua pendapat ulama mengenai hukum menggunakan tongkat ketika khutbah,

Pertama, dimakruhkan menggunakan tongkat ketika khutbah

Ini merupakan pendapat resmi madzhab hanafi, meskipun berbeda dengan pendapat sebagian ulama hanafiyah. Dalam Fatawa al-Hindiyah (1/148) dinyatakan,

ﻭﻳﻜﺮﻩ ﺃﻥ ﻳﺨﻄﺐ ﻣﺘﻜﺌﺎ ﻋﻠﻰ ﻗﻮﺱ ﺃﻭ‎ ‎ﻋﺼﺎ , ﻛﺬﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﺨﻼﺻﺔ , ﻭﻫﻜﺬﺍ ﻓﻲ‎ ‎ﺍﻟﻤﺤﻴﻂ

“Makruh berkhutbah dengan bersandar pada busur atau tongkat. Demikian yang disebutkan dalam al-Khulashah, dan kitab al-Muhith al-Burhani.”

Diantara alasan ulama yang memakruhkan tongkat, bahwa hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan tongkat, itu terjadi sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki mimbar. Setelah beliau memiliki mimbar, beliau tidak lagi menggunakan tongkat.

Kita simak keterangan Ibnul Qoyim,

ﻭﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻳﺄﺧﺬ ﺑﻴﺪﻩ ﺳﻴﻔﺎً ﻭﻻ ﻏﻴﺮَﻩ ،‏‎ ‎ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻳﻌﺘَﻤِﺪ ﻋﻠﻰ ﻗﻮﺱ ﺃﻭ ﻋﺼﺎً‏‎ ‎ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺘَّﺨﺬ ﺍﻟﻤﻨﺒﺮ ، ﻭﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺮﺏ‎ ‎ﻳَﻌﺘﻤﺪ ﻋﻠﻰ ﻗﻮﺱ ، ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻳﻌﺘﻤِﺪ‎ ‎ﻋﻠﻰ ﻋﺼﺎ ، ﻭﻟﻢ ﻳُﺤﻔﻆ ﻋﻨﻪ ﺃﻧﻪ ﺍﻋﺘﻤﺪ‎ ‎ﻋﻠﻰ ﺳﻴﻒ… ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳُﺤﻔﻆ ﻋﻨﻪ ﺑﻌﺪ‎ ‎ﺍﺗﺨﺎﺫ ﺍﻟﻤﻨﺒﺮ ﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﺮﻗﺎﻩ ﺑﺴﻴﻒ ، ﻭﻻ‎ ‎ﻗﻮﺱ ، ﻭﻻ ﻏﻴﺮﻩ ، ﻭﻻ ﻗﺒﻞ ﺍﺗﺨﺎﺫﻩ ﺃﻧﻪ‎ ‎ﺃﺧﺬ ﺑﻴﺪﻩ ﺳﻴﻔﺎً ﺍﻟﺒﺘﺔ

Beliau tidak pernah berkhutbah dengan memegang pedang atau semacamnya. Namun beliau pernah bersandar dengan busur atau tongkat sebelum beliau menggunakan mimbar. Ketika perang, beliau berkhutbah dengan memegang busur. Ketika jumatan, beliau berkhutbah dengan membawa tongkat (sebelum punya mimbar), dan tidak ada riwayat, beliau khutbah dengan membawa pedang…

Tidak dijumpai riwayat dari beliau setelah memiliki mimbar, beliau naik mimbar dengan membawa pedang, atau busur, atau yang lainnya. Dan sama sekali tidak dijumpai, beliau berkhutbah dengan membawa pedang, sebelum memiliki mimbar. (Zadul Ma’ad, 1/429)

Ada juga ulama yang memahami bahwa tongkat itu dianjurkan, jika ada kebutuhan.

Imam Ibnu Utsaimin
mengatakan,

ﺃﻥ ﺍﻻﻋﺘﻤﺎﺩ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ، ﻓﺈﻥ‎ ‎ﺍﺣﺘﺎﺝ ﺍﻟﺨﻄﻴﺐ ﺇﻟﻰ ﺍﻋﺘﻤﺎﺩ ، ﻣﺜﻞ ﺃﻥ‎ ‎ﻳﻜﻮﻥ ﺿﻌﻴﻔﺎً ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﻳﻌﺘﻤﺪ ﻋﻠﻰ‎ ‎ﻋﺼﺎ ﻓﻬﺬﺍ ﺳﻨﺔ ؛ ﻷﻥ ﺫﻟﻚ ﻳﻌﻴﻨﻪ ﻋﻠﻰ‎ ‎ﺍﻟﻘﻴﺎﻡ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻮ ﺳﻨﺔ
Bersandar dengan tongkat, hanya ketika dibutuhkan. Jika khatib butuh pegangan, mungkin karena sudah lemah berdiri lama, sehingga butuh pegangan tongkat, maka menggunakan tongkat hukumnya sunah. Karena tongkat ini membantunya untuk berdiri, yang itu hukumnya sunah. (as-Syarh al-Mumthi’, 5/62)

Pendapat Kedua, dianjurkan menggunakan tongkat ketika berkhutbah. Baik ketika di atas mimbar maupun tanpa mimbar.

Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, Malikiyah, Syafiiyah, dan Hambali. Imam Malik menyebut ini sebagai praktek penduduk Madinah di zamannya. Beliau mengatakan,

ﻭﺫﻟﻚ ﻣﻤﺎ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﻟﻸﺋﻤﺔ ﺃﺻﺤﺎﺏ‎ ‎ﺍﻟﻤﻨﺎﺑﺮ ، ﺃﻥ ﻳﺨﻄﺒﻮﺍ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻭﻣﻌﻬﻢ‎ ‎ﺍﻟﻌﺼﻲ ﻳﺘﻮﻛﺆﻭﻥ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻓﻲ ﻗﻴﺎﻣﻬﻢ ،‏‎ ‎ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﺭَﺃَﻳْﻨﺎ ﻭﺳَﻤِﻌْﻨﺎ
Diantara yang dianjurkan untuk para imam yang berkhutbah di atas mimbar, hendaknya mereka berkhutbah jumat dengan membawa tongkat, memegang tongkat ketika berdiri. Itulah yang kami lihat dan kami dengar. (al-Mudawwanah al-Kubro, 1/151)

Berikutnya, kita simak keterangan Imam as-Syafii. Beliau mengatakan,

ﻭﺃﺣﺐ ﻟﻜﻞ ﻣﻦ ﺧﻄﺐ ﺃﻱ ﺧﻄﺒﺔ ﻛﺎﻧﺖ‎ ‎ﺃﻥ ﻳﻌﺘﻤﺪ ﻋﻠﻰ ﺷﻲﺀ
Saya menganjurkan bagi setiap khatib –khutbah apapun– untuk memegang (bersandar) dengan sesuatu. (al-Umm, 1/238)

Sementara Ibnu Qudamah –ulama hambali– menyebutkan daftar adab selama khutbah jumat. Diantaranya beliau menyatakan,

ﺍﻟﺴﺎﺩﺱ : ﺃﻥ ﻳﻌﺘﻤﺪ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﻒ ﺃﻭ‎ ‎ﻗﻮﺱ ﺃﻭ ﻋﺼﺎ
Adab keenam, dianjurkan untuk bersandar dengan memegang pedang, busur, atau tongkat. (al-Kafi fi Fiqh Ibn Hambal, 1/328)

Jumhur ulama berdalil dengan banyaknya hadits yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersandar dengan membawa tongkat atau busur ketika khutbah. Termasuk setelah beliau memiliki mimbar, sebagaimana hadits Fatimah bintu Qais.

Bersandar dengan Tongkat, Bukan Syarat Khutbah
Bagi ulama yang menganjurkan menggunakan tongkat ketika berkhutbah, menyatakan bahwa itu sifatnya anjuran. Artinya, tidak ada hubungannya dengan keabsahan khutbah. Namun ada saran lain dari mereka untuk posisi tangan.

Kita simak keterangan as-Syafii,

ﻭﺇﻥ ﺗﺮﻙ ﺍﻻﻋﺘﻤﺎﺩ ﺃﺣﺒﺒﺖ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﺴﻜﻦ‎ ‎ﻳﺪﻳﻪ ﻭﺟﻤﻴﻊ ﺑﺪﻧﻪ ﻭﻻ ﻳﻌﺒﺚ ﺑﻴﺪﻳﻪ ﺇﻣﺎ ﺃﻥ‎ ‎ﻳﻀﻊ ﺍﻟﻴﻤﻨﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻴﺴﺮﻯ ﻭﺇﻣﺎ ﺃﻥ‎ ‎ﻳﺴﻜﻨﻬﻤﺎ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻀﻊ ﺇﺣﺪﺍﻫﻤﺎ ﻋﻠﻰ‎ ‎ﺍﻷﺧﺮﻯ ﻭﺗﺮﻙ ﻣﺎ ﺃﺣﺒﺒﺖ ﻟﻪ ﻛﻠﻪ ﺃﻭ ﻋﺒﺚ‎ ‎ﺑﻬﻤﺎ ﺃﻭ ﻭﺿﻊ ﺍﻟﻴﺴﺮﻯ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻴﻤﻨﻰ‎ ‎ﻛﺮﻫﺘﻪ ﻟﻪ ﻭﻻ ﺇﻋﺎﺩﺓ ﻋﻠﻴﻪ
Jika khatib tidak bersandar dengan memegang apapun, saya menganjurkan agar tangannya diam, demikian pula seluruh badannya. Dan tidak main-main dengan tangannya. Bisa dengan dia letakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Atau dia lepaskan dan diam.

Namun jika meninggalkan semua yang saya anjurkan, atau main-main tangan atau meletakkan tangan kiri di atas tangan kanan, maka saya tidak menyukainya, meskipun khutbahnya tidak perlu diulang (sah). (al-Umm, 1/238)

Allahu a’lam.
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Catat Ulasan